Jumat, 19 Maret 2010

saya mau ke Paris, mau lihat senja dari menara Eiffel, mau ikut nggak?

akhirnya saya bisa menulis juga, gak tau kenapa, minggu ini menjadi salah satu minggu yang berat bagi saya, terutama dari segi tulis menulis. memang deadline tulisan, bisa saya lewati semua, tapi ada rasa tidak puas dengan hasil kerjaan tulis menulis saya.

tapi secara tidak sengaja saya ternyata menemukan obat yang sangat manjur...yaitu menulis!

yup, ternyata obat yang paling manjur kalo sedang merasa kering dan kurang bagus tulisannya, ya menulis saja, menulis hal lain yang biasa dikerjakan, menulis dengan tema yang berbeda dari sudut pandang yang lain atau menulis apa saja tidak usah memikirkan tujuan serta maksud tulisan itu dibuat.

menulis menjadi semacam lapangan kerja dan terapi itu sendiri. dan tanpa sengaja juga saya menemukan judul diatas dalam sebuah momen tulis menulis dengan format sms-an (seperti biasa) dengan teman saya.

judul diatas sebenarnya hanya bercanda saja tanpa ada maksud tertentu dan tujuan tertentu, kalimat diatas tadinya hanya sebuah sms bercanda bercampur sedikit kesal karena susah sekali mengajak teman saya itu untuk jalan-jalan, selalu gak pas dan selalu gagal. gak selalu sih, tapi setidaknya 90% gagal. :D

tapi entah kenapa judul diatas setelah dipikir-pikir kok menarik juga untuk terus dibahas dalam otak saya dan terus dikembangkan menjadi bahan tulisan.

senja bagi saya adalah sesuatu yang amazing, sesuatu yang besar yang trasenden dan hanya bisa saya kagumi tanpa embel-embel. saya tidak bisa merengkuh senja, tidak bisa menggapai senja, tidak juga bisa merekam senja, meski sejuta foto bisa merangkum semuanya tapi komposisi senja tidak akan pernah terjewantahkan dalam foto manapun, apapun, dan dimanapun.

saya jadi ingat gambaran senja dari Seno Gumira Ajidarma yang selalu mengulang deskripsi senja yang sama dalam setiap cerpen, novel atau cerita yang dia tulis tentang senja, selalu bercirikan yang sama dan itu-itu saja. bisa jadi karena memang kata apapun tidak akan bisa merangkum bagaimana menggambarkan senja sesuai dengan ketika senja itu hadir.

dan kota paris sebenarnya memang terlitas begitu saja, tapi mungkin saja kata paris telah diam di otak saya cukup lama sehingga kesan romantis atau kesan melankolis dan galau dari kota itu menjadi nyata ketika saya menyebutkan dalam kalimat yang akhirnya menjadi judul tulisan ini.

dan sebuah ajakan sebenarnya bisa menjadi bermaam-macam maksud, bisa menjadi ajakan itu sendiri atau bisa menggambarkan sebuah perasaan lain, rindu misalnya atau mungkin kesal.

intinya, sebuah pertanyaan yang menjadi judul diatas malah membuat saya berpikir ulang tentang berbagai keadaan, dan bagaimana keadaan itu dimasa yang akan datang, apakah saya harus ke paris sendirian, atau saya harus menunggu orang yang diajak itu sampe dia mau.

atau saya harus mengubur impian saya untuk melihat senja yang paling romantis, paling megah, paling indah. senja yang bakal menjadi senja yang tidak tergantikan dan malahan diam di ruangan yang, mungkin saja nyaman tapi cenderung membosankan dan malah bikin galau.

akhirnya saya bisa mengulang pertanyaan itu kembali:
saya mau ke Paris, mau lihat senja dari menara Eiffel, mau ikut nggak?

sayangnya jawaban teman saya itu tidak. agaknya saya menjadi egois karena tidak peduli alasan kenapa jawabannya tidak.

saya mengambil alih keputusan dan pergi sendirian. semua ada resikonya, daripada diam lebih baik melangkah. mungkin ini memang waktunya saya ambil keputusan, mungkin bakal gagal total, ungkin bakal bikin kacau. tapi mungkin saja kebalikannya.

Paris....here i come !!!!
saya mau ke Paris, mau lihat senja dari menara Eiffel, mau ikut nggak?SocialTwist Tell-a-Friend

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

license

Creative Commons License
blog wikupedia by wikupedia is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
Based on a work at writeaweek.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at wikubaskoro@gmail.com.