Selasa, 22 Desember 2009

perjalanan angkot

seharusnya saya minggu ini menulis tentang filosofi kecukupan, tapi setelah berpikir, sepertinya beberapa tulisan saya berkutat hanya pada tema itu-itu saja, kayaknya mesti di rehat dulu, biar mengendap, biar meresap dan biar terpikirkan lebih dalam lagi.

kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan sehari saya, yang sebenarnya sederhana, tapi, saya kok lebih sering menemui hal yang unik dari yang sederhana ya? (like always).

beberapa hari yang lalu saya pergi bersama teman saya naik angkot, sukab (motor saya tercinta) saya simpan di tobucil. terus terang saya sangat jarang naik angkot, rumah saya yang cukup lumayan jaraknya menyebabkan ongkos naik angkot itu seperti barang super tersier yang bisa menguras isi dompet, mahal betul rasanya kalu sehari-hari naik angkot, lagi pula mobilitas saya sangat tidak menyenangkan jika dilalui dengan angkot. alhasil, saya hanya sekali-sekali saja naik angkot, kalau dulu, saya pernah menyempatkan satu bulan sekali (minimal) untuk naik angkot, tapi beberapa bulan kebelakang saya sama sekali tidak pernah naik angkot, sampai beberapa hari kemarin.

angkutan kota bagi saya bukan hanya berfungsi sebagai alat transportasi, bahkan kehadirannya cenderung tidak saya sukai (siapa sih pengguna motor yang bersahabat dengan angkot :D). tapi kalau melihat lebih jauh, kehadirannya angkot bagi saya seperti sebuah medium, sebuah jalur dimana berbagai orang dengan berbagai persoalan, berbagai ambisi, berbagai keperluan dan berbagai hal lain, saling bertemu dalam satu kesempatan, yang kadang bersinggungan kadang tak peduli satu sama lain.

naik angkot bagi saya adalah sebuah proses melamun bergerak, yang berguna untuk menyadarkan saya akan banyak hal yang berada di luar lingkungan dimana saya biasa berkarya. berangkot ria berarti keluar dari rutinitas saya dan menceburkan diri dalam dunia realitas, dimana impian dan kenyataan melebur tanpa batas. berangkot ria berarti mengamati, menjalani dan berpikir, tentang makna hidup, tentang kenyataan, dan tentang posisi diri saya diantara kedua hal itu.

meski hanya sebentar, menempuh perjalanan dengan angkot kemarin itu, terasa sangat menyenangkan sekali. saya bisa selalu melihat, betapa hidup itu kadang membuat saya tersenyum, dimenit berikutnya membuat saya menyesal, dimenit berikutnya lagi membuat saya sedih dan kecewa, tapi dimenit berikutnya lagi hidup membuat saya bersyukur. saya paling suka mengamati, saya selalu berada pada tiga tahap: melihat orang dan mengamati serta mengira-ngira, melihat diri saya sendiri, dan yang terakhir melihat diri saya bukan sebagai diri saya sendiri tapi sebagai bagian dari 3 titik yang membentuk lingkaran itu, saya -orang lain- dan lingkaran itu sendiri.

berangkot juga memberikan ruang lain, yaitu obrolan intens antara saya dan teman saya, setidaknya, dalam mencapai titik tertentu untuk naik angkot, terjadi perbincangan seru yang gak akan didapetin kalau saya naik motor. rasanya lama sekali, padahal perjalanan berangkot kemarin juga tidak lebih dari 8 jam, atau bahkan 7 jam, tapi rasanya sudah beberapa kali lipat lebih menyenangkan dari naik motor.

saya tidak tau, apabila saya naik angkot tiap hari pengalaman seperti ini akan bisa saya alami atau tidak, tapi rasanya memang hidup itu selalu membutuhkan jeda, membutuhkan perjalanan, dan yang terpenting selalu membutuhkan perubahan, sekecil apapun, seremeh apapaun, perubahan diberi nama perubahan bukan tanpa alasan, dan dalam arti katanya saja, perubahan, sudah terdapat sebuah kebijaksanaan yang hakiki.

waktu itu hujan turun cukup rapat, tapi bagi saya semua tetap terasa menyenangkan, saya bisa mendapat sebuah angin segar yang masuk lewat jendela angkot yang kecil itu, karena ternyata angin segar dari angkot terasa begitu berbeda dengan angin yang saya terjang ketika naik si sukab, motor kesayangan saya.

atau mungkin ada hal lain yang membuat berangkot kemarin begitu terasa berbeda?

yah, semoga saja teman saya kemarin juga tidak kesal karena sepatunya kebasahan, karena di setiap rintik hujan pun tersimpan sebuah kesederhanaan yang kadang membuat kita terperanjat karena keindahannya, yang pasti, kayaknya saya akan membuat jadwal rutin untuk berangkot ria. karena sebetulnya, tidak ada sebuah analogi kasta antara naik angkot dan naik motor, semua akan seimbang bila didasarkan pada kebutuhan, yang pasti berangkot ria adalah sebuah perjalanan saya untuk mengenal kebijaksanaan dari hal-hal sederhana.

terima kasih ya, sudah mau berangkot ria bersama saya, semoga ini bukan yang terakhir :)
perjalanan angkotSocialTwist Tell-a-Friend

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

license

Creative Commons License
blog wikupedia by wikupedia is licensed under a Creative Commons Attribution-Noncommercial-Share Alike 3.0 Unported License.
Based on a work at writeaweek.blogspot.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at wikubaskoro@gmail.com.